Tampilkan postingan dengan label HAMA PENYAKIT HORTIKULTURA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HAMA PENYAKIT HORTIKULTURA. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 Desember 2013

PENYAKIT PATEK (ANTRAKNOSA) PADA CABE DAN PENGENDALIANNYA


(gambar :http://peternakandanpertanian.blogspot.com/p/pertanian.html)


Penyakit patek atau antraknosa merupakan penyakit utama cabe yang sangat ditakuti  oleh petani cabai. Serangan patek atau antraknosa ini mampu membuyarkan impian petani untuk memetik hasil yang besar, bahkan tidak jarang justru menimbulkan kerugian meskipun harga cabai sedang tinggi.
Penyakit pantek disebabkan oleh serangan jamur (cendawan)   Colletotrichum capsici (Syd.) Bult. Et. Bisby, C. gloeosporioides dan Gloeosporium piperatum Ell.et.Ev

Morfologi dan daur penyakit
C. capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar di bawah kutikula atau pada permukaan, berwarna hitam dengan banyak seta. Seta berwarna coklat tua, bersekat, halus dan meruncing ke atas. Konidium berwarna hialin, berbentuk tabung (silindris), ujung-ujungnya tumpul atau bengkok seperti sabit. Konidium dapat disebabkan oleh angin. Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji, sehingga dapat menginfeksi persemaian yang tumbuh dari benih yang sakit. Cendawan yang menyerang daun dan batang tidak dapat menginfeksi buah. Cendawan dapat bertahan dalam sisa-sisa tanaman sakit. Pada musim kemarau pada lahan yang berdrainase baik perkembangan penyakit kurang.
Perkembangan penyakit sangat baik pada suhu 30 °C. Perkembangan lebih cepat pada buah yang lebih tua, sedangkan pada buah muda lebih cepat gugur karena infeksi.
Di Indonesia penyakit tersebut dapat ditemukan di pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.

Gejala serangan





Colletrotichum sp. menunjukkan gejala bercak cokelat kehitaman yang kemudian akan meluas menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang merupakan koloni cendawan. Sedangkan tanaman yang terserang patek atau antraknosa akibat infeksi cendawan Gloesperium sp.menunjukkan bercak cokelat dengan bintik-bintik berlekuk. Pada bagian tepi bintik-bintik tersebut berwarna kuning membesar dan memanjang. Jika kelembaban tinggi, cendawan akan membentuk lingkaran memusat atau konsentris berwarna merah jambu. Serangan pada buah cabai biasanya diawali dari bagian ujung buah yang mengakibatkan dieback atau mati ujung. Serangan berat akan menyebabkan buah kering dan keriput


Pengendalian Patek Atau Antraknosa
Di Indonesia, penyakit ini tergolong penyakit yang paling sulit dijinakkan, terutama pada saat musim hujan. Untuk petani cabai yang melakukan penanaman dengan musim berbuah pada saat musim hujan harus melakukan pengontrolan yang ketat dan terus-menerus. Berikut ini beberapa upaya penanganan untuk mengendalikan serangan patek atau antraknosa

1.                  Melakukan prendaman biji dalam air panas (sekitar 55 derajat Celcius) selama 30 menit.
2.                  Perlakuan pada bibit atau biji tanaman yang akan dibudidayakan, misalnya untuk tanaman cabai atau tomat, rendam bibit atau biji menggunakan larutan fungisida sistemik, seberti benomil, metil tiofanat, atau karbendazim. Dosis atau konsentrasi larutan adalah 2 g/l. Perendaman dilakukan selama 4-6 jam.
3.                  Secara teknis, bagian tanaman yang terserang harus dimusnahkan dari lahan atau areal pertanaman. Lakukan pengamatan di lapangan secara kontinu atau terus menerus.
4.                  Lakukan pergiliran tanaman dilahan dengan tanaman bukan satu family seperti terong/tomat
5.                  Berikan pupuk dengan kandungan P, K, dan Ca tinggi agar jaringan tanaman lebih kuat. Jangan melakukan pemupukan N berlebihan, karena akan menyebabkan jaringan tanaman berair sehingga rentan terhadap serangan cendawan.
6.                  Berikan pupuk organik yang banyak. Pemupukan organik akan meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama maupun penyakit.
7.                  Hindari adanya genangan air di areal pertanaman, pembersihan lahan termasuk penyiangan gulma.
8.                  Perlebar jarak tanam dengan pola tanam zigzag  (jumlah populasi kurang dari 18000 pohon) untuk menjaga sirkulasi udara dan mengurangi kelembaban tinggi saat terjadi hujan berkepanjangan biasanya bulan februari - april.
9.                  Jika kelembaban di sekitar areal pertanaman tinggi, misalnya hujan terus menerus, lakukan pencegahan menggunakan pestisida kimia. Beberapa bahan aktif yang bisa digunakan untuk mengendalikan penyakit patek atau antraknosa adalah fungisida sistemik dengan bahan aktif benomil, karbendazim, metil tiofanat, difenokonazol. Fungisida kontak dengan bahan aktif mankozeb, klorotalonil, dan propineb. Lakukan penyelingan bahan aktif tersebut setiap kali melakukan penyemprotan dengan dosis atau konsentrasi sesuai pada kemasan.
10.              lakukan kombinasi dari beberapa bahan aktif, misalnya benomil + mankozeb masing-masing ½ dosis, karbendazim + mankozeb masing-masing ½ dosis, metil tiofanat + klorotalonil masing-masing ½ dosis, difenokonazol + propineb masing-masing ½ dosis. Setiap kali penyemprotan lakukan penggantian kombinasi bahan aktif tersebut, setelah satu putaran kemudian kembali ke kombinasi awal yang pertama kali digunakan.
11.              Yang lebih baik adalah melakukan pencegahan dengan cara menyemprotkan pestisida nabati

Sumber:

Sabtu, 21 Desember 2013

BERCAK DAUN PADA CABAI

BERCAK DAUN PADA CABAI
            Bercak pada daun cabai merupakan salah satu penyakit penting dalam perkembangan cabai di daerah tropis yang panas dan lembab .Penyebab penyakit ini adalah Cercospora capsici Heald et Wolf
Adapun menurut Wikipedia, cendawan yang disebut        Cecospora capsici dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom         : Fungi
Filum               : Ascomycota
Kelas               : Dothideomycetidae
Ordo                : Capnodiales
Famili              : Mycosphaerellaceae
Genus              : Cercospora
Spesises           : Cercospora capsici

Gambar : Gejala Serangan Bercak Daun









MORFOLOGI DAN DAUR PENYAKIT
Konidium cendawan ini berbentuk gada panjang bersekat 3 - 12. Konidiofor pendek, bersekat 1 - 3, cendawan dapat terbawa oleh benih dan bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit selama satu musim. Cuaca yang panas dan basah membantu perkembangan penyakit. Penyakit dapat timbul pada tanaman muda di persemaian, meskipun cenderung lebih banyak pada tanaman tua. Pada musim kemarau dan pada lahan yang mempunyai drainase yang baik, penyakit ini kurang berkembang.
Penyakit tersebut antara lain menyebar di Sumatera Utara, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan Irian Jaya.

GEJALA SERANGAN
Gejala serangan penyakit pada daun berupa bercak kecil berbentuk bulat dan kering. Bercak meluas sampai diameter sekitar 0,5 cm. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih dengan warna tepi lebih tua. Bercak yang tua dapat menyebabkan lubang. Apabila terdapat banyak bercak maka daun cepat menguning dan gugur, atau langsung gugur tanpa menguning lebih dahulu. Bercak sering terdapat pada batang, tangkai daun maupun tangkai buah, namun pada buah jarang dijumpai. Kadang-kadang penyakit ini menyerang cabai di persemaian.

Penyakit bercak daun cabai adalah salah satu penyakit terpenting yang meyerang cabai di Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh kondisi lembab dan suhu relative tinggi. Penyakit bercak daun cabai dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah. Penyakit ini menyebabkan masalah serius terhadap perkembangan tanaman cabai (Syamsuddin, 2007).
            Penyakit bercak daun cabai akan berkurang pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai drainase baik, dan gulmanya terkendali dengan baik. Perkembangan bercak daun cabai paling baik terjadi pada suhu 300C. Daun yang lebih muda lebih mudah terserang daripada daun yang lebih tua (Setiadi, 2004).
            Pola jarak tanam juga mempengaruhi proses perkembangbiakan penyakit bercak daun cabai. Apabila jarak tanam terlalu rapat maka akan menyebabkan perkembangbiakan penyakit tersebut semakin mudah dan cepat, sebaliknya apabila jarak tanam terlalu jauh maka akan mengurangi hasil produksi. Maka sebaiknya pola jarak tanam disesuaikan dengan keadaan topografi daerah pertanaman.(Semangun, 2004).
TANAMAN INANG LAIN
Belum diketahui adanya tanaman inang lain.

CARA PENGENDALIAN
            Pengendalian dengan menanam jenis-jenis yang tahan (resistant variety) merupakan cara yang aman karena memiliki selektifitas yang tinggi. Ada 3 macam ketahanan tanaman terhadap penyakit, yaitu ketahanan mekanis, ketahanan fungisional, dan ketahanan fisiologi. Ketiganya ini telah di uji secara selektifitas melalui seleksi alam (Djafaruddin, 2008).
            Pengendalian dengan cara kultur teknis yaitu dengan cara mulai dari pemilihan lahan untuk tempat menanamnya, memilih bibi yang baik, mengerjalan tanah yang ditanamani dengan baik, memilihara areal pertanaman tanaman cabai dengan baik hingga sampai memanennya (Triharso, 2004)
            Pengendalian yang sering digunakan para petani adalah dengan menggunakan fungisida terdaftar di depan . Bermacam-macam fungisida dapat di pakai dalam pengendalian ini, antara lain Baycor 300 EC (dosis 1 cc/l air), Velimex 80 WP (dosis 2-2,5 g/l air), Dithane M-45 (dosis 180-240 g/100 l air) dan benomyl (dosis sesuai label) (Setiadi, 2004). Bisa juga dengan menyemprot fungisida Pentacur 722 AS bergantian dengan fungisida Kudanil 75 WP atau lainnya sesuai dengan kondisi serangan




SUMBER:


3. www.paskomnas.com/

Selasa, 03 Desember 2013

HAMA THRIPS DAN PENGENDALIANNYA PADA BUDIDAYA CABE

THRIPS (Thrips parvispinus)



             Warna tubuh nimfa kuning pucat, untuk dewasa warnanya kuning sampai cokelat kehitaman dan tubuh bersayap. Ada 105 jenis tanaman yang merupakan inang dari hama ini seperti tembakau, tomat, ubi jalar, kopi, dan kacang-kacangan. Hama ini menyerang hampir sepanjang tahun dengan serangan tertinggi biasanya pada musim hujan.

            Gejala Serangan biasanya pada bawah daun berwarna keperakan dan daun mengkerut kearah atas dan pada umumnya serangan sangat terlihat pada pucuk daun.


gejala serangan Thrips


Thrips pada bunga cabai

Pengendalian.

  •       Dilakukan pemantauan secara rutin pada 10 – 20 tanaman (5 hari sekali)
  •       Bila ditemukan populasi 5 – 10 thrips pada daun muda maka segera dikendalikan dengan  pestisida    anjuran dengan bahan aktif seperti ; imidaklorprid , Diafentiuron (pegasus), mercaptodimenthur            (Mesural), dimethoat (dimacide) dll
  •          Memasang perangkap kuning dipertanaman 40 buah / ha
  •         Lakukan pemberian zat protektan agar trips idah betah di pertanaman
  •        Lakukan penyemprotan dengan pupuk daun untuk mengembalikan nutrisi tanaman yang dihisap           tripsh




Beberapa perangkap likat kuning


Sumber:
  •      Teknologi budi daya cabe merah BPPT 2008
  •        Berbagai sumber


Senin, 10 Oktober 2011

KUTU DAUN (APHID SP)

Kutu Daun merupakan hama tanaman yang menyerang pada hampir semua tanaman, mulai tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.

Kutu daun ada beberapa 3 jenis yaitu :
1. Kutu daun coklat  (Toxoptera citricidus Kirk) 

 

2. Kutu Daun Hitam (Toxoptera aurantii)



3. Kutu Daun Hijau (Myzus persicae dan Aphis gossypii)

Mizus







Klasifikasi dari  kutu daun

Kingdom: Animalia
Phylum  : Arthropoda
Kelas      : Insekta
Ordo       : Hemiptera
Famili     : Aphididae
Genus     : Myzus, Aphis, Toxoptera
Spesies   : Myzus  persicae, Aphis gossypii, Toxoptera, aurantii, Toxoptera citricidus


Bioekologi

          Secara umum kutu berukuran antara 1-6 mm, tubuh lunak, berbentuk seperti buah per, pergerakan rendah dan biasanya hidup secara berkoloni (bererombol). Perkembangan optimal terjadi pada saat tanaman bertunas. Satu generasi berlangsung selama 6-8 hari pada suhu 250C dan 3 minggu pada suhu 150C.Secara visual, bentuk dan ukuran spesies-spesies kutu daun ini serupa. 

         Perbedaan antara Kutu Daun Coklat dan Kutu Daun Hitam, terlihat pada pembuluh sayap bagian depan. Kutu Daun Hitam berwarna hitam dan tidak bercabang sedangkan pada Kutu Daun Coklat bercabang dan tubuh berwarna coklat. Bentuk kutu kadang-kadang bersayap, kadang-kadang tidak bersayap, seksual atau aseksual, menetap atau berpindah-pindah tempat. Pada daerah tropis yang  perbedaan  musimnya  kurang  tegas,  kutu  ini  tinggal  pada  inangnya  selama setahun  sebagai  betina-betina  yang  vivipar partenogenesis.  Kutu  dewasa  biasanya berpindah  tempat  untuk  menghasilkan  kutu-kutu baru  yang  belum  dewasa  dan  membentuk koloni baru  
      

Gejala Serangan    
              
            Kutu  daun  ini  menyerang  tunas  dan  daun  muda  dengan  cara  menghisap  cairan tanaman sehingga helaian daun menggulung. Koloni kutu ini berwarna hitam, coklat atau hijau kekuningan tergantung jenisnya. Kutu menghasilkan embun madu yang melapisi permukaan  daun  sehingga  merangsang  jamur  tumbuh  (embun  jelaga). Di samping itu, kutu juga mengeluarkan toksin melalui air ludahnya sehingga timbul gejala       kerdil,         deformasi  dan                 terbentuk puru                pada    helaian          daun. Di antara kutu daun yang menyerang tanaman jeruk, kutu daun coklat dan hitam merupakan yang terpenting karena menularkan virus penyebab penyakit Tristeza.



Pengendalian
     Monitoring diutamakan pada tunas-tunas muda. Pengendalian dilakukan apabila populasi hama ini dinilai bisa menghambat atau merusak pertumbuhan tunas. Sebagai penular penyakti, ambang kendali untuk kutu ini berkisar 25-30 ekor viruliverous. Di alam kutu ini dikendalikan oleh musuh-musuh alami dari famili Syrpidae, Coccinellidae, Chrysopidae. Secara kultur teknis, penggunaan mulsa jerami di bedengan pembibitan jeruk dapat menghambat perkembangan populasi kutu. 

        Untuk pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif Dimethoate, Alfametrin, Abamektin dan Sipermetrin secara penyemprotan terbatas pada tunas-tunas yang terserang dan apabila serangan parah dapat dikendalikan dengan Imidaklopind yang diaplikasikan melalui saputan batang.
 
·        
 
Referensi:

1. Copyright © Laboratorium Data, Balai  Penelitian Tanaman Jeruk dan  Buah Subtropika Jl. Raya Tlekung No. 1, Tlekung-Batu, Jawa Timur Telp. (0341) 592683, Fax (0341) 593047, E-mail: balitjeruk@citrusindo.org
2. CABI.  2000. Crop Protection Compendium. Global Module 2nd Edition. ISSN:  1365-9065.
ISBN: 0 85199 482 2. Wallingford. Oxon OX10 8DE. United Kingdom. CD-ROM.
3. Khalsoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru - Van Hoeve. Jakarta. 701 halaman.
4.  Departemen Pertanian. 2009b. Kutu Daun Cokelat (Toxoptera citricudus Kirk.), Kutu Daun Hitam (Toxoptera aurantii), Kutu Daun Hijau (Myzus persicae dan Aphis gossypii). (On-line) www.http.deptan.go.id/download/Kutu%20Daun%20Coklat.pdf 

Jumat, 02 September 2011

ULAT GRAYAK (Spodoptera Litura)

ULAT GRAYAK  (Spodoptera Litura)

klasifikasi






ordo Lepidoptera,
famili Noctuidae,
genus Spodoptera dan
spesies litura.


 Hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup luas atau banyak inang, sehingga agak sulit dikendalikan. Strategi pengendalian hama yang efektif dapat disusun dengan mem- pelajari bioekologi hama.

BIOEKOLOGI
Perkembangan ulat grayak bersifat metamorfosis sempurna, terdiri atas stadia ulat, kepompong, ngengat dan telur.




(M ARIFIN  BALAI PENELITIAN PERTANIAN BOGOR)

Ulat tua bersembunyi di dalam tanah pada siang hari dan giat nenyerang tanaman pada malam hari.
1.      Telur.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang- kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, . Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur ber- variasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu- bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan.
Produksi telur mencapai 3.000 butir per induk betina, tersusun atas 11 kelompok dengan rata-rata 25 -200 butir per kelompok. Stadium telur berlangsung selam 3 hari (2;10;12). Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat tersebut berpencaran

  2.    Larva
Larva mempunyai warna yang ber- variasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh .Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok (Gambar 1a). Beberapa hari setelah  menetas (bergantung ketersediaan makan- an), larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
Stadium ulat terdiri atas 6 instar yang berlangsung selama 14 hari. Ulat instar I, II dan III, masing-masing berlangsung sekitar 2 hari. Ulat berkepompong di dalam tanah. Stadia kepompong dan ngengat, masing-masing berlangsung selama 8 dan 9 hari. Ngengat meletakkan telur pada umur 2-6 hari.
Ulat muda menyerang daun hingga tertinggal epidermis atas dan tulang-tulang daun saja. Ulat tua    merusak pertulangan daun hingga tampak lobang-lobang bekas gigitan ulat pada daun.

Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah Agrothis ipsilon, namun terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat tanda bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis punggung gelap memanjang. Pada umur 2 minggu, panjang ulat sekitar 5 cm. Ulat berkepompong di dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,60 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari (lama stadium telur 24 hari). Stadium larva terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20-46 hari. Lama stadium pupa 8-11 hari.
       ulat grayak pada cabe




3.      Ngengat
Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.000-3.000 telur. Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam . Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km

Gejala Serangan
 serangan pada kedele
 serangan pada kubis



Ulat  Grayak ini merupakan hama pada hampir semua tanaman baik dari tanaman pangan seperti padi,kedele dan jagung, juga pada tanaman hortikultura seperti cabe, kubis, kacang panjang dan lainnya. Ulat grayak juga menyerang tanaman perkebunan seperti tembakau. Bahkan ulat ini juga menyerang berbagai macam gulma seperti Limnocharis sp., Passiflora foetida , Ageratum sp., Cleome sp., Clibadium sp., dan Trema sp.
Serangan Ulat ini terjadi pada stadium larva (ulat).  Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat
 Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau, dan menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat.

Hal yang memicu perkembangan ulat grayak.
Pertumbuhan populasi ulat grayak sering dipicu oleh situasi dan kondisi lingkungan, yakni:
1)  Cuaca panas. Pada kondisi kering dan suhu tinggi, metabolisme serangga hama meningkat sehingga memper- pendek siklus hidup. Akibatnya jumlah telur yang dihasilkan meningkat dan akhirnya mendorong peningkatan populasi.
2)  Penanaman tidak serentak dalam satu areal yang luas. Penanaman tanaman seperti kedelai yang tidak serentak menyebabkan tanaman berada pada fase pertumbuh- an yang berbeda-beda sehingga makanan ulat grayak selalu tersedia di lapangan. Akibatnya, pertumbuhan populasi hama makin meningkat kare- na makanan tersedia sepanjang musim.
3Aplikasi insektisida. Penggunaan insektisida yang kurang tepat baik jenis maupun dosisnya, dapat memati- kan musuh alami serta meningkatkan

(Marwoto, suharsono :Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang 65101)

Komponen Pengendalian

Komponen-komponen pengendalian hama yang dapat dipadukan dalam penerapan PHT pada tanaman kedelai adalah:
1)  Pengendalian alami dengan mengu- rangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkem- bangan musuh alami. Penyemprotan dengan insektisida yang berlebihan, baik dosis maupun frekuensi aplikasi- nya, akan mengancam populasi musuh alami (parasitoid dan predator).

2) Pengendalian fisik dan mekanik yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis hama, serta mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama. Pengurang- an populasi hama dapat pula dilakukan dengan mengambil kelompok telur, membunuh larva dan imago atau men- cabut tanaman yang sakit.

3) Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam yang bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan pembiakan hama, serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati. Beberapa teknik bercocok tanam yang dapat menekan populasi hama meliputi:
aPenanaman varietas tahan. Pada tahun 2003 telah dilepas satu varietas kedelai yang toleran ter- hadap serangan ulat grayak yaitu varietas Ijen (Suhartina 2005).
b) Penggunaan benih sehat dan berdaya tumbuh baik. Benih yang sehat akan tumbuh menjadi tanaman yang sehat pula. Selan- jutnya, tanaman yang sehat akan mampu mempertahankan diri dari serangan hama dengan kemam- puan tumbuh kembali (recovery) yang lebih cepat.
c)  Pergiliran tanaman untuk memu- tus siklus hidup hama. Pergiliran tanaman dengan menanam ta- naman bukan inang sebelum atau sesudah kedelai ditanam dapat memutus siklus hama sehingga populasi hama menjadi tertekan.
d) Sanitasi dengan membersihkan sisa-sisa tanaman atau tanaman lain yang dapat menjadi inang hama.
e)  Penetapan masa tanam dan pena- naman secara serempak pada satu hamparan
f)  Penanaman tanaman perangkap atau penolak hama sehingga hama lebih senang pada tanaman perangkap dibanding tanaman utama, misalnya menanam jagung pada areal pertanaman kedelai untuk menarik hama ulat grayak (Marwoto et al. 1991).

4) Penggunaan agens hayati (pengen- dalian biologis). Pengendalian biologis pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan hama. Musuh alami seperti parasitoid, predator, dan patogen serangga hama merupakan agens hayati yang dapat digunakan sebagai pengendali ulat grayak (Marwoto 1999). NPV efektif mengen- dalikan hama ulat grayak (Bejo 1997a). Kombinasi NPV dengan azadirachtin (insektisida nabati dari tanaman mimba) lebih efektif mengendalikan ulat grayak (Nathan dan Kalaivani 2005, 2006). Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan agens hayati berbahan aktif bakteri yang efektif mengendali- kan ulat grayak (Bejo 1997b). Peman- faatan Bt sebagai agens hayati untuk mengendalikan ulat grayak aman ter- hadap serangga bukan sasaran seperti parasitoid dan predator (Walker et al.2007). Kombinasi feromon seks dan aplikasi insektisida berdasarkan pe- mantauan mampu mencegah kehilang- an hasil kedelai akibat serangan ulat grayak hingga 50% (Marwoto 1996).

5) Pestisida nabati untuk mengembalikan populasi hama pada asas keseim- bangannya. Serbuk biji mimba efektif mengendalikan hama ulat grayak (Susilo et al. 1996).

6)  Pestisida kimiawi dapat digunakan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan tentang ambang kendali. 


Secara kimia pengendalian ulat grayak dilakukan dengan menyemprotkan insektisida secara berseling,  misalnya dengan Decis 2,5 EC dengan dosis 0,5 – 1,0 ml per liter air, Hostathion 40 EC  dengan dosis 2 cc per liter air  atau  Orthene 75 SP 1 gr per liter air. Pestisida yang dipilih harus yang efektif dan telah diizinkan.Pengendalian dengan insektisida sebaiknya dilakukan pada ulat instar 1 - 3 karena jika sudah instar 4 ulat agak tahan terhadap insektisida.