PENANGANAN PASCA PANEN PADI (4)
(SUMBER PENANGANAN PASCA PANEN PADI LITBANG DEPTAN)
G. Penggilingan
Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras. Proses penggilingan gabah meliputi pengupasan sekam, pemisahan gabah, penyosohan, pengemasan dan penyimpanan.
Bagian komponen mesin penggiling terdiri dari :
1) Motor penggerak
2) Pengupas sekam biasanya dipakai tipe roll karet. Terdapat 2 buah
roll karet yang berputar berlawanan dengan kecepatan putar yang
berbeda. Jarak antara 2 roll karet dapat diatur tergantung jenis gabah yang akan dikupas, biasanya 2/3 besarnya gabah. Diameter kedua roll karet sama bervariasi 300 – 500 mm dan lebar 120 – 500 mm.
3) Pemisah gabah mempunyai 3 tipe yaitu :
(a) separator tipe kompartmen, merupakan kotak oscilator terdiri dari 1, 2, 3 atau 4 lapis/dek.
(b) separator tipe dek, terdiri dari 3 sampai 7 rak dengan posisi miring, rak disusun dengan jarak 5 cm.
(c) Separator type saringan, terdiri dari ayakan saringan yang bergetar berjumlah 6 – 15 ayakan.
4) Penyosoh
(a) tipe mesin penyosoh yang dipakai untuk rice milling unit adalah tipe jet parlour.
(b) udara dialirkan melalui poros yang tipis dan lubang dari tabung.
(c) Dinding heksagonal yang berlubang membungkus tabung besi yang berputar. Jarak renggang dinding heksagonal dan tabung besi dapat diatur dengan sekrup.
(d) Unit pembawa/conveyor.
Proses penggilingan gabah dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Hidupkan mesin
2) Masukkan gabah yang akan dikupas ke dalam hoper melalui bagian atas kemudian masuk diantara kedua rol karet.
3) Atur renggang rol.
Hasil pengupasan berkisar 90% beras pecah kulit dan 10% gabah, tergantung perbedaaan kecepatan putaran rol. Sekam yang terkupas terpecah menjadi 2 dan utuh. Beras pecah kulit yang dihasilkan tidak banyak yang retak sehingga bila disosoh akan memperoleh persentase beras kepala yang relatif tinggi
III. POLA KERJA KELOMPOK DALAM PENANGANAN PASCA PANEN PADI
Pola kerja kelompok dalam penanganan pasca panen padi harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknis dan ekonomis sebagai berikut :
1) Pemanenan dan perontokan dilakukan oleh regu/kelompok pemanen.
2) Jumlah pemanen harus dibatasi 1 regu/kelompok pemanen terdiri dari
5 – 7 orang dilengkapi dengan 1 pedal thresher atau 15 – 20 orang dilengkapi dengan 1 power thresher. Pemanenan dan perontokan padi dengan sistem kelompok perlu terus disosialisasikan kepada pemanen dan petani menekan kehilangan hasil pasca panen padi. Menurut hasil penelitian, kehilangan hasil panen pada sistem kelompok jauh lebih rendah dibandingkan dengan sistem kroyokan dan ceblokan.
IV. STANDARISASI
A. Standar Mutu Gabah
Standar mutu gabah meliputi persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif.
1) Persyaratan kualitatif
a) Bebas hama dan penyakit
b) Bebas bau busuk, asam atau bau-bau lainnya
c) Bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk,insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya
d) Gabah tidak boleh panan
2) Persyaratan kuantitatif mutu gabah sesuai SNI
Tabel 1. Mutu Gabah
Komponen Mutu
|
Kualitas
| ||
I
|
II
|
III
| |
Kadar air ( % maksimum )
Gabah hampa ( % maksimum )
Butir rusak + Butir kuning ( % maksimum )
Butir mrngapur + Gabah muda( % maksimum )
Butir merah ( % maksimum )
Benda asing ( % maksimum )
Gabah Varietas lain ( % maksimum )
|
14,0
1,0
2,0
1,0
1,0
-
2,0
|
14,0
2,0
5,0
5,0
2,0
0,5
5,0
|
14,0
3,0
7,0
10,0
10,0
4,0
1,0
|
Keterangan : Tingkat mutu gabah rendah (sample grade) adalah tingkat mutu gabah tidak memenuhi persyaratan tingkat mutu I, II dan II dan tidak memenuhi persyaratan
B. Persyaratan Mutu Beras
Sesuai dengan SNI, persyaratan mutu beras mencakup :
1) Persyaratan kualitatif
(a) Bebas hama dan penyakit
(b) Bebas bau busuk, asam atau bau-bau lainnya
(c) Bebas dari bekatul
(d) Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan
2) Persyaratan kuantitatif mutu beras giling sesuai SNI 01-6128-1999
Tabel 2. Mutu Beras
No.
|
Komponen
Mutu
|
MUTU
| |||||
Satuan
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
| ||
1
|
Derajat sosoh
|
%
|
100
|
100
|
100
|
95 min
|
85 min
|
2
|
Kadar air maksimum
|
%
|
14
|
14
|
14
|
14
|
15
|
3
|
Beras kepala
|
%
|
100
|
95 min
|
84 min
|
73 min
|
60 min
|
4
|
Butir utuh min
|
%
|
60
|
50
|
40
|
35
|
35
|
5
|
Butir patah
|
%
|
0
|
5
|
15
|
25
|
35
|
6
|
Butir menis
|
%
|
0
|
0
|
1
|
2
|
5
|
7
|
Butir merah
|
%
|
0
|
0
|
1
|
3
|
3
|
8
|
Butir kuning/rusa k maks
|
%
|
0
|
0
|
1
|
3
|
5
|
9
|
Butir mengapur
|
%
|
0
|
0
|
1
|
3
|
5
|
10
|
Benda asing
|
%
|
0
|
0
|
0.02
|
0.05
|
0.2
|
11
|
Butir gabah
|
Btr/
100g
|
0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
V. SARANA DAN PRASARANA PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK
A. Lokasi
Lokasi bangunan tempat penanganan pasca panen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Bebas dari pencemaran ;
- Bukan di daerah pembuangan sampah/kotoran cair maupun padat.
- Jauh dari peternakan, industri yang mengeluarkan polusi yang tidak dikelola secara baik dan tempat lain yang sudah tercemar.
2) Pada tempat yang layak dan tidak di daerah yang saluran pembuangan airnya buruk.
3) Dekat dengan sentra produksi sehingga menghemat biaya transportasi dan menjaga kesegaran hasil.
4) Sebaiknya tidak dekat dengan perumahan penduduk.
B. Bangunan
Bangunan untuk penanganan pasca panen harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan kesehatan sesuai dengan :
1) Jenis produk yang ditangani, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindak sanitasi dan mudah dipelihara.
2) Tata letak diatur sesuai dengan urutan proses penanganan, sehingga lebih efisien.
3) Penerangan dalam ruang kerja harus cukup sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan serta lampu berpelindung.
4) Tata letak yang aman dari pencurian
C. Fasilitas Sanitasi
1) Bangunan untuk penanganan pasca panen harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan kesehatan. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana penyediaan air bersih.
2) Bangunan harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Bangunan harus dilengkapi sarana toilet :
(a) Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses produksi beras.
(b) Dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel).
D. Alat dan Mesin
Alat dan mesin yang dipergunakan dalam penanganan pasca panen harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomis dan ergonomis. Persyaratan peralatan dan mesin yang digunakan dalam penanganan pasca panen harus meliputi :
1) Sesuai dengan jenis produk yang akan dihasilkan
2) Permukaan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas.
3) Mudah dibersihkan dan dikontrol
4) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik dll
5) Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
E. Wadah dan pembungkus
Wadah dan pembungkus yang digunakan dalam penanganan pasca panen harus :
1) Dapat melindungi dan mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari luar.
2) Dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu produk.
3) Tahan/tidak berubah selama pengangkutan dan peredaran.
4) Sebelum digunakan wadah harus dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi.
5) Wadah dan bahan pengemas disimpan pada ruangan yang kering dan ventilasi yang cukup dan dicek kebersihan dan infestasi jasad pengganggu sebelum digunakan.
F. Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk penanganan pasca panen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Tenaga kerja harus berbadan sehat.
2) Memiliki keterampilan sesuai dengan bidang pekerjaannya.
3) Mempunyai komitmen dengan tugasnya.
4) Sesuai dengan Undang-Undang
Tenaga Kerja
VI. PELESTARIAN LINGKUNGAN
A. Rencana Penanggulangan Pen- cemaran Lingkungan
Setiap usaha penanganan pasca panen harus menyusun rencana cara- cara penanggulangan pencemaran dan kelestarian lingkungan sebagaimana diatur dalam :
1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
3) Peraturan Pelaksanaan Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
B. Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan
Dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan diperlukan
perhatian khusus terhadap beberapa hal seperti :
perhatian khusus terhadap beberapa hal seperti :
1) Mencegah timbulnya erosi serta membantu penghijauan di areal usaha.
2) Menghindari timbulnya polusi dan gangguan lain yang berasal dari lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/sumur.
3) Setiap usaha penanganan pasca panen hasil pertanian harus membuat unit pengolahan limbah (padat, cair dan gas) yang sesuai dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan.
VII. SISTEM PENGAWASAN
A. Pengawasan
A. Pengawasan
1) Usaha penanganan pasca panen harus menerapkan sistem pengawasan secara baik pada titik kritis dalam proses produksi untuk memantau kemungkinan adanya kontaminasi dan atau kerusakan mutu.
2) Instansi yang berwenang dalam bidang pertanian, melakukan peng- awasan terhadap pelaksanaan pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan.
B. Sertifikasi
1) Usaha penanganan pasca panen untuk tujuan ekspor harus dilengkapi dengan sertifikat.
2) Sertifikat dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang setelah melalui penilaian dan rekomendasi.
C. Monitoring dan Evaluasi
1) Monitoring dan Evaluasi dilakukan oleh lembaga yang berwenang di bidang pertanian di Kabupaten/Kota.
2) Evaluasi dilakukan secara berkala berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan serta pengecekan/ kunjungan keusaha penanganan pascapanen hasil pertanian.
D. Pencatatan
Usaha penanganan pasca panen hendaknya melakukan pencatatan (recording) data yang terkait dengan proses produksi yang sewaktu-waktu dibutuhkan. Data yang perlu dicatat adalah sebagai berikut :
1) Data bahan baku dan bahan pendukung
2) Jenis produksi
3) Kapasitas produksi
4) Permasalahan yang dihadapi dan rencana tindak lanjut
E. Pelaporan
1) Setiap usaha penanganan pasca panen wajib membuat laporan baik teknis maupun administratif secara berkala (6 bulan dan tahunan) untuk keperluan pengawasan intern, sehingga apabila terjadi hal hal yang tidak diinginkan, dapat mengadakan perbaikan/perubahan berdasarkan pelaporan yang ada.
2) Setiap usaha penanganan pasca panen harus membuat laporan tertulis secara berkala (6 bulan dan tahunan) kepada instansi yang berwenang.
VIII. PENUTUP
Penanganan pasca panen merupakan kegiatan strategis yang memerlukan partisipasi seluruh masyarakat. Untuk mengimplementasi- kan penanganan pasca panen dibutuhkan kemampuan teknis dan manajemen yang baik.
Pedoman ini disusun dalam rangka memberikan panduan kepada para petani agar dapat melaksanakan penanganan pasca panen secara baik dan benar. Pedoman ini masih bersifat umum sehingga perlu dijabarkan lebih lanjut sesuai potensi dan karakteristik lokasi menjadi Prosedur Operasional Standar (POS).