Jumat, 02 September 2011

ULAT GRAYAK (Spodoptera Litura)

ULAT GRAYAK  (Spodoptera Litura)

klasifikasi






ordo Lepidoptera,
famili Noctuidae,
genus Spodoptera dan
spesies litura.


 Hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup luas atau banyak inang, sehingga agak sulit dikendalikan. Strategi pengendalian hama yang efektif dapat disusun dengan mem- pelajari bioekologi hama.

BIOEKOLOGI
Perkembangan ulat grayak bersifat metamorfosis sempurna, terdiri atas stadia ulat, kepompong, ngengat dan telur.




(M ARIFIN  BALAI PENELITIAN PERTANIAN BOGOR)

Ulat tua bersembunyi di dalam tanah pada siang hari dan giat nenyerang tanaman pada malam hari.
1.      Telur.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang- kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, . Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur ber- variasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu- bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan.
Produksi telur mencapai 3.000 butir per induk betina, tersusun atas 11 kelompok dengan rata-rata 25 -200 butir per kelompok. Stadium telur berlangsung selam 3 hari (2;10;12). Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat tersebut berpencaran

  2.    Larva
Larva mempunyai warna yang ber- variasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh .Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok (Gambar 1a). Beberapa hari setelah  menetas (bergantung ketersediaan makan- an), larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
Stadium ulat terdiri atas 6 instar yang berlangsung selama 14 hari. Ulat instar I, II dan III, masing-masing berlangsung sekitar 2 hari. Ulat berkepompong di dalam tanah. Stadia kepompong dan ngengat, masing-masing berlangsung selama 8 dan 9 hari. Ngengat meletakkan telur pada umur 2-6 hari.
Ulat muda menyerang daun hingga tertinggal epidermis atas dan tulang-tulang daun saja. Ulat tua    merusak pertulangan daun hingga tampak lobang-lobang bekas gigitan ulat pada daun.

Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah Agrothis ipsilon, namun terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat tanda bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis punggung gelap memanjang. Pada umur 2 minggu, panjang ulat sekitar 5 cm. Ulat berkepompong di dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,60 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari (lama stadium telur 24 hari). Stadium larva terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20-46 hari. Lama stadium pupa 8-11 hari.
       ulat grayak pada cabe




3.      Ngengat
Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.000-3.000 telur. Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam . Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km

Gejala Serangan
 serangan pada kedele
 serangan pada kubis



Ulat  Grayak ini merupakan hama pada hampir semua tanaman baik dari tanaman pangan seperti padi,kedele dan jagung, juga pada tanaman hortikultura seperti cabe, kubis, kacang panjang dan lainnya. Ulat grayak juga menyerang tanaman perkebunan seperti tembakau. Bahkan ulat ini juga menyerang berbagai macam gulma seperti Limnocharis sp., Passiflora foetida , Ageratum sp., Cleome sp., Clibadium sp., dan Trema sp.
Serangan Ulat ini terjadi pada stadium larva (ulat).  Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat
 Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau, dan menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat.

Hal yang memicu perkembangan ulat grayak.
Pertumbuhan populasi ulat grayak sering dipicu oleh situasi dan kondisi lingkungan, yakni:
1)  Cuaca panas. Pada kondisi kering dan suhu tinggi, metabolisme serangga hama meningkat sehingga memper- pendek siklus hidup. Akibatnya jumlah telur yang dihasilkan meningkat dan akhirnya mendorong peningkatan populasi.
2)  Penanaman tidak serentak dalam satu areal yang luas. Penanaman tanaman seperti kedelai yang tidak serentak menyebabkan tanaman berada pada fase pertumbuh- an yang berbeda-beda sehingga makanan ulat grayak selalu tersedia di lapangan. Akibatnya, pertumbuhan populasi hama makin meningkat kare- na makanan tersedia sepanjang musim.
3Aplikasi insektisida. Penggunaan insektisida yang kurang tepat baik jenis maupun dosisnya, dapat memati- kan musuh alami serta meningkatkan

(Marwoto, suharsono :Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang 65101)

Komponen Pengendalian

Komponen-komponen pengendalian hama yang dapat dipadukan dalam penerapan PHT pada tanaman kedelai adalah:
1)  Pengendalian alami dengan mengu- rangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkem- bangan musuh alami. Penyemprotan dengan insektisida yang berlebihan, baik dosis maupun frekuensi aplikasi- nya, akan mengancam populasi musuh alami (parasitoid dan predator).

2) Pengendalian fisik dan mekanik yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis hama, serta mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama. Pengurang- an populasi hama dapat pula dilakukan dengan mengambil kelompok telur, membunuh larva dan imago atau men- cabut tanaman yang sakit.

3) Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam yang bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan pembiakan hama, serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati. Beberapa teknik bercocok tanam yang dapat menekan populasi hama meliputi:
aPenanaman varietas tahan. Pada tahun 2003 telah dilepas satu varietas kedelai yang toleran ter- hadap serangan ulat grayak yaitu varietas Ijen (Suhartina 2005).
b) Penggunaan benih sehat dan berdaya tumbuh baik. Benih yang sehat akan tumbuh menjadi tanaman yang sehat pula. Selan- jutnya, tanaman yang sehat akan mampu mempertahankan diri dari serangan hama dengan kemam- puan tumbuh kembali (recovery) yang lebih cepat.
c)  Pergiliran tanaman untuk memu- tus siklus hidup hama. Pergiliran tanaman dengan menanam ta- naman bukan inang sebelum atau sesudah kedelai ditanam dapat memutus siklus hama sehingga populasi hama menjadi tertekan.
d) Sanitasi dengan membersihkan sisa-sisa tanaman atau tanaman lain yang dapat menjadi inang hama.
e)  Penetapan masa tanam dan pena- naman secara serempak pada satu hamparan
f)  Penanaman tanaman perangkap atau penolak hama sehingga hama lebih senang pada tanaman perangkap dibanding tanaman utama, misalnya menanam jagung pada areal pertanaman kedelai untuk menarik hama ulat grayak (Marwoto et al. 1991).

4) Penggunaan agens hayati (pengen- dalian biologis). Pengendalian biologis pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan hama. Musuh alami seperti parasitoid, predator, dan patogen serangga hama merupakan agens hayati yang dapat digunakan sebagai pengendali ulat grayak (Marwoto 1999). NPV efektif mengen- dalikan hama ulat grayak (Bejo 1997a). Kombinasi NPV dengan azadirachtin (insektisida nabati dari tanaman mimba) lebih efektif mengendalikan ulat grayak (Nathan dan Kalaivani 2005, 2006). Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan agens hayati berbahan aktif bakteri yang efektif mengendali- kan ulat grayak (Bejo 1997b). Peman- faatan Bt sebagai agens hayati untuk mengendalikan ulat grayak aman ter- hadap serangga bukan sasaran seperti parasitoid dan predator (Walker et al.2007). Kombinasi feromon seks dan aplikasi insektisida berdasarkan pe- mantauan mampu mencegah kehilang- an hasil kedelai akibat serangan ulat grayak hingga 50% (Marwoto 1996).

5) Pestisida nabati untuk mengembalikan populasi hama pada asas keseim- bangannya. Serbuk biji mimba efektif mengendalikan hama ulat grayak (Susilo et al. 1996).

6)  Pestisida kimiawi dapat digunakan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan tentang ambang kendali. 


Secara kimia pengendalian ulat grayak dilakukan dengan menyemprotkan insektisida secara berseling,  misalnya dengan Decis 2,5 EC dengan dosis 0,5 – 1,0 ml per liter air, Hostathion 40 EC  dengan dosis 2 cc per liter air  atau  Orthene 75 SP 1 gr per liter air. Pestisida yang dipilih harus yang efektif dan telah diizinkan.Pengendalian dengan insektisida sebaiknya dilakukan pada ulat instar 1 - 3 karena jika sudah instar 4 ulat agak tahan terhadap insektisida.